Haihai, manteman pembaca! Kali ini aku akan melanjutkan ocehan pengalamanku mengikuti seleksi beasiswa FETA 2020.
Seleksi beasiswa FETA terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Seleksi administrasi.
2. Seleksi tertulis tahap I.
3. Seleksi tertulis tahap II.
4. Seleksi wawancara.
Di tahapan pertama, para peserta diminta untuk mengumpulkan beberapa dokumen misalnya hasil pindai ijazah dan transkrip nilai DIV/S1 dan/atau DIII bagi yang akan daftar program S2, hasil pindai Kep Kenaikan Pangkat terakhir, Surat Keterangan Tidak Sedang Menjalani Hukuman Disiplin (minimal dari Eselon III), Surat Rekomendasi Atasan Langsung/ Kepala Kantor, Surat Keterangan Berbadan Sehat dari Dokter Pemerintah dan beberapa berkas lain. Dokumen-dokumen itu diunggah untuk melengkapi proses pendaftaran online di laman Semantik. Selain itu, para peserta juga harus mendaftarkan diri ke unit eselon I masing-masing. Mungkin nggak sih ada yang gagal di seleksi administrasi ini? Tentu saja mungkin dong, pemirsa, misalnya ada yang kurang cap atau yang nggak mendaftar di Semantik atau justru nggak daftar ke unit eselon I.
Selanjutnya, peserta yang dinyatakan lulus seleksi administrasi akan mengikuti seleksi tertulis tahap I. Nah, FETA menyediakan beberapa alternatif untuk tahapan ini yang dibagi menjadi beberapa kelompok berikut:
1. Kelompok Satu, diwajibkan untuk menyetorkan sertifikat:
a. TPA Bappenas dengan skor minimal 565 atau hasil seleksi tertulis tahap I Pusdiklat Pengembangan SDM pada periode sebelumnya.
b. TOEFL iBT dengan skor minimal 79 atau IELTS minimal 6,5 yang masih berlaku.
2. Kelompok Dua, harus mengirimkan sertifikat:
a. TPA Bappenas dengan skor minimal 565 atau hasil seleksi tertulis tahap I Pusdiklat Pengembangan SDM pada periode sebelumnya.
b. TOEFL ITP atau PBT dengan skor minimal 475 yang masih berlaku atau English Competency Test (ECT) minimal 475 untuk yang program S2 (kalu yang S3 skor minimalnya 550)
3. Kelompok Tiga adalah peserta yang tidak masuk ke kedua kelompok di atas dan harus mengikuti seleksi tulis yang terdiri dari Tes Kemampuan Bahasa Inggris (TKBI) dan Uji Potensi Akademik (TPA).
Jika dilihat di beberapa blog yang ditulis oleh penerima beasiswa FETA, kebanyakan mereka memilih untuk menyampaikan sertifikat TPA Bappenas dan/atau TOEFL PBT. Tapi aku memilih cara yang berbeda dengan mengikuti tes tulis ajah. Alasannya karena dengan menjadi anggota Kelompok Tiga aku punya waktu belajar yang lebih lama. Selain itu, nggak perlu repot-repot ke lokasi tes TPA Bappenas dan TOEFL. Tentunya yang paling penting adalah gratis ya para pembacaa. Wkwk. Tapi ini cukup berisiko sebenernya karena kata seniora-seniorita yang pernah ikutan seleksi FETA di tahun-tahun sebelumnya tesnya susyeeeeh.
Begitu pengumuman lokasi tes muncul, alhamdulillah aku dapat di auditorium kantorku sendiri. Nggak perlu menempuh perjalanan jauh menguras tenaga di pagi hari. Tapi, masalahnya yang ngawas nanti adalah manteman seruanganku sendiri. Selain itu, tes diadakan di auditorium besar yang mana di dalam ruangan akan ada puluhan orang peserta ujian. Agak tekanan mental sih sebenernya. Tapi mau gimana lagi kan ya. Oiya, seleksi TPA dan TBKI untuk FETA 2020 dipisah ya harinya.
Hari pertama adalah seleksi TPA dan di situlah aku percaya perkataan seniors. TPAnya sebenernya setipe dengan USM STAN tapiii jauh amat sangat susah, levelnya dewa! Aku benar-benar merasa kesulitan. Stategi yang ku terapkan adalah mengerjakan soal yang bisa aku kerjakan aja dulu. Begitu ketemu yang susah ditinggalkan. Oiya, karena tidak ada sistem minus, di akhir-akhir ada beberapa nomor yang aku jawab asal tembak dengan menyebut Bismillahirrahmanirrahim. Setelah selesai, ternyata para peserta di sekelilingku juga bertampang suram sepertiku. Seenggaknya bukan aku saja sih yang merasa itu sulit. Wkwk.
Hari kedua adalah TKBI. Sebisa mungkin aku mencoba melupakan huru hara seleksi hari pertama dan fokus ke ujian hari itu. Oiya, TKBI ini semacam TOEFL PBT ya bentukan soalnya (ada listening, structure, and reading). Alhamdulillah sih hari kedua lebih mending. Di titik itu aku sudah pasrah dengan hasil seleksinya karena aku merasa telah melakukan yang terbaik yang aku bisa.
Jarak pelaksanaan tes dan pengumuman hasilnya tuh 1 minggu. Meskipun sudah pasrah, tapi di tanggal pengumuman tetap aja aku deg-degan. Seharian rasanya aku kurang fokus kerja. Daaan.. ternyata pengumumannnya sore dong. Alhamdulillah tanpa disangka aku lolos di tahapan seleksi tahap 1 itu. Huaaah... senang, kaget, nggak nyangka, terharu, campur aduk deh rasanya. Apalagi ternyata tante Iko yang ikutan seleksi juga dari Kelompok Dua juga lolos. Alhamdulillah ya Alloh.
Selanjutnya adalah seleksi tulis tahap II yang diadakan sekitar 10 hari setelah tanggal pengumuman seleksi tulis tahap I. Seleksi ini meliputi psikotes dan penulisan esai. Aku pun bertanya ke temanku yang lolos tahun sebelumnya (FETA 5). Ternyata psikotesnya seharian ya para pembaca dengan berbagai macam tes. Setelah selesai psikotes, peserta akan diminta untuk menuliskan essai tentang jurusan, kampus, rencana penilitian, rencana studi, kontribusi yang akan dilakukan, dan gambaran 10 tahun mendatang
Untuk FETA 2020, ada yang sedikit berbeda. Beberapa hari sebelum pelaksanaan seleksi, panitia dari PPSDM mengirimkan form daftar riwayat hidup yang harus dilengkapi dan nantinya dikumpulkan saat pelaksanaan ujian. Form itu selain berisi biodata diri juga ada beberapa pertanyaan seperti kelebihan dan kekurangan, buku yang paling disukai (aku milih Bumi Manusia karena kan aku anak fiksi wkwk), motivasi sekolah lagi, kompetensi dan pengetahuan yang ingin diasah, alasan memilih jurusan yang akan diambil dll.
Hari seleksi tulis tahap II pun datang. Oiya, seleksi lagi-lagi diadakan di auditorium kantorku sehingga transportasi aman buatku. Tapi kesian tante Iko yang harus berangkat pagi buta dari Bintaro. Huhu. Seperti yang dibilang sama temanku seleksi ini terdiri dari beberapa bagian. Di awal ada tes IST yang terdiri dari 9 sub tes. Kemudian ada tes menggambar orang dan pohon, tes warteg (8 kotak), dan tentunya ada tes pauli dong. Seingatku ini dari jam 8 s.d hampir jam 2 siang. Setelah jeda untuk ishoma, para peserta melanjutkan perjuangan di sesi menulis esai yang aku isi ala kadarnya. Sudah habis rasanya tenagaku di sesi psikotes pagi. Huhuhu.
Di hari pengumuman seleksi tertulis tahap II, aku sangat gelisah dan nggak fokus kerja. Sampai malam tidak ada tanda-tanda pengumuman akan muncul. Kuputuskan untuk tidur karena sudah lelah menanti seharian. Keesokan harinya saat membuka WA ada teman yang membagikan pengumuman di grup. Ternyata namaku tidak ada di pengumuman itu. :( Ya, aku gagal di tahap seleksi ini. Sedih dan kecewa sih pasti. Sampai beberapa hari tuh rasanya masih nggak percaya. Sampai ada teman yang bilang, "It's ok that you feel sad. But, remember, failure doesn't define you". Ini kayak ngingetin aku banget sih untuk jangan menyerah dan bangkit lagi.
Eh, beberapa saat setelah pengumuman seleksi tertulis tahap II ternyata negara api menyerang, eh muncul kasus Corona pertama di Indonesia. Berubahlah tata kehidupan dunia. Misi lanjut kuliah pun ku tunda dulu. Aku pun kembali fokus berkerja dan menjaga diri agar sehat jiwa dan raga.
Penasaran kelanjutan ceritaku melanjutkan kuliah? Tunggu di ocehan selanjutnya ya, para pembaca. See you.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar