Minggu, 21 Juni 2020

Apa yang Salah dengan Mengirim Hampers?

Wah, ternyata sudah sekian lama berlalu ya sejak ocehan terakhirku di sini. Jujur aja deh, mengunggah gambar di Instagram dan membuat ocehan di Twitter lebih menyenangkan karena lebih mudah dilakukan dibanding membuat satu ocehan ini. Ehehe. *Memang dasarnya aku malas mikir dan ngetik aja sih.

Namun, akhir-akhir ini ada beberapa hal yang menggangguku dan membuatku gatal untuk mengoceh di sini. Salah satunya adalah pendapat nyinyir tentang orang yang saling berkirim bingkisan/ parsel/ hampers (emang banyak ini istilahnya) saat lebaran kemarin. Apa sih yang salah dengan mengirim hampers (pakai istilah ini aja ya karena ini yang terkini) ?

Seperti yang kita ketahui bersama, karena pandemi COVID-19 yang melanda, banyak yang berubah dalam hidup kita. Salah satu yang paling berkesan sedihnya adalah momen Lebaran. Karena kita dihimbau oleh pemerintah untuk nggak pulang kampung, jadinya kita nggak bisa merayakan lebaran bersama keluarga dan teman seperti biasanya. Nggak ada salaman dan cium tangan secara langsung, silaturahmi hanya bisa secara virtual dengan video call. *aaah, ingat ini jadi sedih lagi. :(

Nah, karena banyak yang nggak bisa bertemu secara langsung, trus mungkin merasa kalu video call masih kurang untuk bersilaturahmi, beberapa orang pun mengirimkan hampers ke teman/ keluarga/ kenalannya. Dari semenjak pertengahan bulan Ramadhan kirim-kiriman ini mulai hype dan banyak bersliweran di lini masa. Yang dikirim pun macam-macam bentuknya ada yang berupa makanan, minuman, baju, alat makan, jilbab, dll sesuai dengan selera dan kreatifitas masing-masing.

Aku secara pribadi senang melihat tren ini. Ternyata masih banyak ya orang-orang baik. Di saat mungkin diri sendiri susah dan sedih, mereka masih peduli dan memikirkan orang lain lho. Yang mengirim hampers pastinya ingin yang dikirimi itu merasa senang dan terhibur. Sebagai orang awam dan naif aku mikirnya seperti itu.

Namun, ternyata dunia ini tidak seputih yang ku kira. Ternyata masih ada lho orang yang nggak suka dan berkomentar negatif tentang kegiatan kirim-kiriman hampers ini. Dibilanglah kalu kirim-kiriman hampers ini hanya semata-mata untuk pencitraan di media sosial. Orang yang mengirim dibilang nggak peka, karena orang yang nerima bakal merasa terbebani, merasa ada kewajiban untuk membalas kiriman.

Duh, nggak habis pikir deh aku dengan orang-orang yang berpikiran negatif seperti itu. Di saat situasi yang suram dan menyedihkan seperti sekarang, kok ya malah memilih buat memburuk suasana sih. Ok, ketika ada di situasi sulit, kita cenderung untuk menjadi gampang gelisah, marah, kesal, dan menjadi negatif. Namun, coba deh menahan diri sedikit aja untuk nggak jadi menyebalkan dan berkomentar nggak enak.

Dalam pemikiranku, nggak ada yang salah sama sekali dengan berbagi, dalam hal ini saling mengirimkan hampers. Kalu memang ada orang yang mengunggah kirim-kiriman hampers di media sosial, ya anggap sedang berbagi cerita ke kita. Jadikan cerita itu sebagai pengingat atau bahkan inspirasi bagi kita untuk berbagi juga ke keluarga/teman kita. Kalu memang mereka beneran hanya ingin pencitraan, yasudah itu urusan mereka. Jika nggak mau memberatkan teman yang kita kirimi hampers, ya bilang aja ke mereka kalu kita hanya ingin berbagi kebahagian, ingin menghibur mereka, menunjukkan rasa sayang atau sekedar ingin mengucapkan salam "hai" ke mereka. Kalu nggak, kirim aja hampers secara anonim, nggak usah mencantumkan nama kita sebagai pengirim. Toh intinya kita ingin berbagi kan?

Oh iya, kemarin ada teman yang berkomentar kalu dia khawatir saat menerima kiriman hampers nanti menyalahi aturan dari kantor yang melarang pegawainya untuk menerima pemberian dari orang lain. Kita sudah bisa menilai dan memilah lah ya mana kiriman yang boleh kita terima dan mana yang nggak. Kalu memang itu bisa menimbulkan konflik kepentingan ya ditolak aja. Namun, kalu dari teman ya apa salahnya kita terima.

Menurutku, ketika mengirim hampers ini sebenernya kita sedang berbagi kebahagiaan lho. Yang menerima jelas senang karena menerima hampers dan merasa terhibur (ya kan?). Sementara yang mengirim juga merasa senang karena bisa berbagi dan menunjukkan rasa sayang ke penerima hampers. Simbiosis mutualisme lhoh ini. Oh iya, ada pihak eksternal lain yang senang lho, si penjual hampers tentunya, dan kalu kita membeli secara daring, orang-orang di perusahaan jasa pengiriman juga akan merasa senang. Masih berpikir kalu mengirim hampers itu salah?

Memang beginilah dunia, ada berbagai banyak macam warnanya. Kalu nggak bisa jadi putih, minimal jangan jadi hitamlah. Kalu memang nggak bisa menjadi positif, minimal jangan jadi negatif dan memperkeruh suasana. Di kondisi seperti sekarang, lebih baik kita saling menghibur dan menguatkan dibanding menjatuhkan yang lain kan?

Sampai jumpa di ocehan yang selanjutnya.