Jumat, 11 Maret 2022

Perjalanan Lanjut Kuliah Lagi: Bagian 2 Beasiswa FETA 2020

Haihai, manteman pembaca! Kali ini aku akan melanjutkan ocehan pengalamanku mengikuti seleksi beasiswa FETA 2020. 

Seleksi beasiswa FETA terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Seleksi administrasi.

2. Seleksi tertulis tahap I.

3. Seleksi tertulis tahap II.

4. Seleksi wawancara.

Di tahapan pertama, para peserta diminta untuk mengumpulkan beberapa dokumen misalnya hasil pindai ijazah dan transkrip nilai DIV/S1 dan/atau DIII bagi yang akan daftar program S2, hasil pindai Kep Kenaikan Pangkat terakhir, Surat Keterangan Tidak Sedang Menjalani Hukuman Disiplin (minimal dari Eselon III), Surat Rekomendasi Atasan Langsung/ Kepala Kantor, Surat Keterangan Berbadan Sehat dari Dokter Pemerintah dan beberapa berkas lain. Dokumen-dokumen itu diunggah untuk melengkapi proses pendaftaran online di laman Semantik. Selain itu, para peserta juga harus mendaftarkan diri ke unit eselon I masing-masing. Mungkin nggak sih ada yang gagal di seleksi administrasi ini? Tentu saja mungkin dong, pemirsa, misalnya ada yang kurang cap atau yang nggak mendaftar di Semantik atau justru nggak daftar ke unit eselon I. 

Selanjutnya, peserta yang dinyatakan lulus seleksi administrasi akan mengikuti seleksi tertulis tahap I. Nah, FETA menyediakan beberapa alternatif untuk tahapan ini yang dibagi menjadi beberapa kelompok berikut:

1. Kelompok Satu, diwajibkan untuk menyetorkan sertifikat:

a. TPA Bappenas dengan skor minimal 565 atau hasil seleksi tertulis tahap I Pusdiklat Pengembangan SDM pada periode sebelumnya.

b. TOEFL iBT dengan skor minimal 79 atau IELTS minimal 6,5 yang masih berlaku.

2. Kelompok Dua, harus mengirimkan sertifikat:

a. TPA Bappenas dengan skor minimal 565 atau hasil seleksi tertulis tahap I Pusdiklat Pengembangan SDM pada periode sebelumnya.

b. TOEFL ITP atau PBT dengan skor minimal 475 yang masih berlaku atau English Competency Test (ECT) minimal 475 untuk yang program S2 (kalu yang S3 skor minimalnya 550)

3. Kelompok Tiga adalah peserta yang tidak masuk ke kedua kelompok di atas dan harus mengikuti seleksi tulis yang terdiri dari Tes Kemampuan Bahasa Inggris (TKBI) dan Uji Potensi Akademik (TPA).

Jika dilihat di beberapa blog yang ditulis oleh penerima beasiswa FETA, kebanyakan mereka memilih untuk menyampaikan sertifikat TPA Bappenas dan/atau TOEFL PBT. Tapi aku memilih cara yang berbeda dengan mengikuti tes tulis ajah. Alasannya karena dengan menjadi anggota Kelompok Tiga aku punya waktu belajar yang lebih lama. Selain itu, nggak perlu repot-repot ke lokasi tes TPA Bappenas dan TOEFL. Tentunya yang paling penting adalah gratis ya para pembacaa. Wkwk. Tapi ini cukup berisiko sebenernya karena kata seniora-seniorita yang pernah ikutan seleksi FETA di tahun-tahun sebelumnya tesnya susyeeeeh. 

Begitu pengumuman lokasi tes muncul, alhamdulillah aku dapat di auditorium kantorku sendiri. Nggak perlu menempuh perjalanan jauh menguras tenaga di pagi hari. Tapi, masalahnya yang ngawas nanti adalah manteman seruanganku sendiri. Selain itu, tes diadakan di auditorium besar yang mana di dalam ruangan akan ada puluhan orang peserta ujian. Agak tekanan mental sih sebenernya. Tapi mau gimana lagi kan ya. Oiya, seleksi TPA dan TBKI untuk FETA 2020 dipisah ya harinya.

Hari pertama adalah seleksi TPA dan di situlah aku percaya perkataan seniors. TPAnya sebenernya setipe dengan USM STAN tapiii jauh amat sangat susah, levelnya dewa! Aku benar-benar merasa kesulitan. Stategi yang ku terapkan adalah mengerjakan soal yang bisa aku kerjakan aja dulu. Begitu ketemu yang susah ditinggalkan. Oiya, karena tidak ada sistem minus, di akhir-akhir ada beberapa nomor yang aku jawab asal tembak dengan menyebut Bismillahirrahmanirrahim. Setelah selesai, ternyata para peserta di sekelilingku juga bertampang suram sepertiku. Seenggaknya bukan aku saja sih yang merasa itu sulit. Wkwk. 

Hari kedua adalah TKBI. Sebisa mungkin aku mencoba melupakan huru hara seleksi hari pertama dan fokus ke ujian hari itu. Oiya, TKBI ini semacam TOEFL PBT  ya bentukan soalnya (ada listening, structure, and reading). Alhamdulillah sih hari kedua lebih mending. Di titik itu aku sudah pasrah dengan hasil seleksinya karena aku merasa telah melakukan yang terbaik yang aku bisa.

Jarak pelaksanaan tes dan pengumuman hasilnya tuh 1 minggu. Meskipun sudah pasrah, tapi di tanggal pengumuman tetap aja aku deg-degan. Seharian rasanya aku kurang fokus kerja. Daaan.. ternyata pengumumannnya sore dong. Alhamdulillah tanpa disangka aku lolos di tahapan seleksi tahap 1 itu. Huaaah... senang, kaget, nggak nyangka, terharu, campur aduk deh rasanya. Apalagi ternyata tante Iko yang ikutan seleksi juga dari Kelompok Dua juga lolos. Alhamdulillah ya Alloh.

Selanjutnya adalah seleksi tulis tahap II yang diadakan sekitar 10 hari setelah tanggal pengumuman seleksi tulis tahap I. Seleksi ini meliputi psikotes dan penulisan esai. Aku pun bertanya ke temanku yang lolos tahun sebelumnya (FETA 5). Ternyata psikotesnya seharian ya para pembaca dengan berbagai macam tes. Setelah selesai psikotes, peserta akan diminta untuk menuliskan essai tentang jurusan, kampus, rencana penilitian, rencana studi, kontribusi yang akan dilakukan, dan gambaran 10 tahun mendatang

Untuk FETA 2020, ada yang sedikit berbeda. Beberapa hari sebelum pelaksanaan seleksi, panitia dari PPSDM mengirimkan form daftar riwayat hidup yang harus dilengkapi dan nantinya dikumpulkan saat pelaksanaan ujian. Form itu selain berisi biodata diri juga ada beberapa pertanyaan seperti kelebihan dan kekurangan, buku yang paling disukai (aku milih Bumi Manusia karena kan aku anak fiksi wkwk), motivasi sekolah lagi, kompetensi dan pengetahuan yang ingin diasah, alasan memilih jurusan yang akan diambil dll.

Hari seleksi tulis tahap II pun datang. Oiya, seleksi lagi-lagi diadakan di auditorium kantorku sehingga transportasi aman buatku. Tapi kesian tante Iko yang harus berangkat pagi buta dari Bintaro. Huhu. Seperti yang dibilang sama temanku seleksi ini terdiri dari beberapa bagian. Di awal ada tes IST yang terdiri dari 9 sub tes. Kemudian ada tes menggambar orang dan pohon, tes warteg (8 kotak), dan tentunya ada tes pauli dong. Seingatku ini dari jam 8 s.d hampir jam 2 siang. Setelah jeda untuk ishoma, para peserta melanjutkan perjuangan di sesi menulis esai yang aku isi ala kadarnya. Sudah habis rasanya tenagaku di sesi psikotes pagi. Huhuhu.

Di hari pengumuman seleksi tertulis tahap II, aku sangat gelisah dan nggak fokus kerja. Sampai malam tidak ada tanda-tanda pengumuman akan muncul. Kuputuskan untuk tidur karena sudah lelah menanti seharian. Keesokan harinya saat membuka WA ada teman yang membagikan pengumuman di grup. Ternyata namaku tidak ada di pengumuman itu. :( Ya, aku gagal di tahap seleksi ini. Sedih dan kecewa sih pasti. Sampai beberapa hari tuh rasanya masih nggak percaya. Sampai ada teman yang bilang, "It's ok that you feel sad. But, remember, failure doesn't define you". Ini kayak ngingetin aku banget sih untuk jangan menyerah dan bangkit lagi.

Eh, beberapa saat setelah pengumuman seleksi tertulis tahap II ternyata negara api menyerang, eh muncul kasus Corona pertama di Indonesia. Berubahlah tata kehidupan dunia. Misi lanjut kuliah pun ku tunda dulu. Aku pun kembali fokus berkerja dan menjaga diri agar sehat jiwa dan raga. 

Penasaran kelanjutan ceritaku melanjutkan kuliah? Tunggu di ocehan selanjutnya ya, para pembaca. See you.

Kamis, 24 Februari 2022

Perjalanan Lanjut Kuliah Lagi: Bagian 1

Haihai, para pembaca!

Sepertinya sudah lama sekali, aku nggak mengoceh di sini. Nah, mumpung aku lagi bahan yang bisa dibagi, aku akan mengoceh kembali. Hahaha.

Kali ini aku akan mengoceh tentang perjalananku untuk kuliah lagi. Ocehanku akan aku bagi menjadi beberapa bagian. Kalu dijadiin satu, akan jadi sangat panjang sekali. Biar aku nggak lelah mengetik dan kalian nggak bosan bacanya, aku pecah saja ya ocehanku. *Biar kalian juga sering-sering berkunjung juga sih di sini. Ehehe

Alasan utama aku lanjut kuliah tuh karena sudah kangen dengan situasi saat belajar di kampus. Kalu diingat, masa kuliah S1 di Solo tuh sangat menyenangkan dan berkesan. Pingin bangetlah mengulang masa itu. Selain itu, banyak drama yang terjadi di kantor selama tahun 2019 dan 2020 yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Aku rasa aku butuh rehat dari hiruk pikuk suasana kantor. Jadi, aku putuskan kalau aku harus segera lanjut kuliah.

Sejak diterima di D3 STAN, aku punya tekad untuk berusaha melanjutkan sekolah secara gratis atau dengan mencari beasiswa. Alasan utama tentunya biaya. Dengan beasiswa, nggak perlu repot-repotlah mikir biaya kuliah. Apalagi saat aku dapat beasiswa STAR untuk S1, ada tambahan fasilitas biaya hidup dan biaya buku. Alasan lainnya adalah aku ingin fokus. Untuk PNS, jika belajar dengan beasiswa ybs akan berstatus tugas belajar dan tidak aktif di kantor. Berbeda kalu kuliah dengan biaya sendiri (istilahnya izin belajar) yang harus tetap bekerja selama kita kuliah. Aku nggak yakin kalu aku mengambil izin belajar nantinya akan bisa mengatur waktu dengan baik dan bisa fokus belajar saat kuliah karena waktu kuliah biasanya setelah jam kerja. 

Berbeda dengan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di jenjang S1/DIV yang sangat terbatas, pilihan beasiswa untuk S2 tuh lebih banyak dengan berbagai macam lembaga donor atau pemberi beasiswa. Ada negara sebagai donor misalnya pemerintah Australia untuk beasiswa AAS,  pemerintah Inggris untuk beasiswa Chevening, pemerintah Ameriksa Serikat untuk beasiswa Fullbright dan masih banyak lagi. Selain itu juga ada beasiswa dari kementerian atau lembaga misalnya dari BAPPENAS, Kominfo, LPDP dll. Dari sekian banyak beasiswa, aku mengincar beasiswa FETA yang khusus diberikan oleh Kementerian Keuangan bagi para pegawainya.

Ada beberapa alasan aku tertarik dengan beasiswa FETA. Yang pertama, berbeda dengan basiswa lain yang di tahapan awal meminta syarat sertifikat kemampuan bahasa Inggris (TOEFL atau IELTS), FETA menawarkan opsi seleksi tertulis. Kedua, FETA memiliki program persiapan keberangkatan yang memfasilitasi para penerima beasiswa untuk belajar bahasa Inggris secara intensif. Selama program ini, para penerima beasiswa akan diasramakan dan bebas dari tugas kantor (yeay!). Ketiga, FETA memungkinkan para penerima beasiswa untuk memilih kampus di negara mana pun sesuai keinginan masing-masing asalkan masuk ke dalam daftar 100 universitas terbaik dunia. Jelas-jelas menggiurkan kan itu semua?

Karena aku lulus kuliah S1 bulan September 2017, aku baru bisa mendaftar beasiswa S2 setelah bulan September 2019. Jadi, di internal Kementerian Keuangan ada aturan bagi para pegawai yang telah menyelesaikan tugas belajar, ybs baru bisa daftar beasiswa untuk jenjang pendidikan di atasnya 2 tahun sejak tanggal lulus (info lebih lengkap bisa dicek di PMK tugas belajar). Sebenarnya di bulan September 2019 ada pembukaan pendaftaran beasiswa LPDP yang berdasarkan pengamatanku peluangnya cukup bagus karena jumlah awardee yang cukup banyak di setiap batch. Tapi saat itu aku belum memiliki sertifikat kemampuan Bahasa Inggris. Aku juga barusan banget dapat job desc baru. Banyak penyesuaian yang harus aku lakukan, belum lagi peak season sudah di depan mata. Nggak sempatlah aku mempersiapkan diri untuk tes IELTS atau TOEFL. Daripada memaksakan diri terus hasilnya nggak bagus dan aku kuciwa, yasudahlah aku nggak ikutan LPDP.

Ternyata di akhir November 2019 ada penawaran program beasiswa Pascasarjana Kementerian Keuangan (FETA Scholarship) tahun 2020. Saat itu, proyek yang jadi tanggung jawabku pun baru saja selesai. Jadi, aku putuskan untuk mendaftar beasiswa tersebut. 

Cerita tentang perjalananku mengikuti seleksi beasiswa FETA aku lanjutkan di ocehan selanjutnya ya, manteman. Sampai jumpa.