Minggu, 09 Februari 2014

(Salinan) Ijazah dan Transkrip Nilai




Oaahm... Rasanya masih ngantuk oi. Pagi ini hujan mengguyur Jakarta (bagian Rawamangun). Aku sebenernya sudah bangun dari pagi. Rencananya mau ikut gowes bareng tim gowes kantor ke car free day. Tapi, hujan ternyata turun, rencananya pun dibatalkan. And, here I am, siiting in front my beloved Dell *merk oriented.

Dan, tahu nggak, di sebelah Dell ini sekarang terserak 2 lembar kertas putih. Iya sih, hanya dua kertas putih fotocopya. Tapi, dua kertas itu artinya penting untukku. Satunya jalinan ijazah dan satunya lagi salinan transkrip nilain. Inilah hasil perjuangan selama 3 tahun di bangku kuliah. Aku harus menunggu selama kurang lebih 2,5 tahun untuk melihatnya. Iya, aku lulus di bulan Oktober 2012, tapi baru menerima 2 kertas ini hari Kamis lalu.


Lhah, kok gitu? Mungkin sebagian dari teman-teman merasa aneh dengan hal ini. Yah, kalau kuliah di universitas baik yang negeri  maupun swasta, di setiap akhir semester pasti akan menerima transkrip nilai. Kalau nilai dari suatu mata kuliah, kurang memuaskan, dapat mengulang di semester berikutnya atau mengambil semester pendek *iya kan ya? Seperti itu kan ya sistemnya? Kalau salah tolong dikoreksi ya. Nah, kalau sudah lulus, yasudah, langsung saja dapat ijazahnya. Itu yang lazim terjadi.

Berhubung aku kuliah di STAN, sebuah sekolah kedinasan, sistem yang diterapkan pun berbeda. Aku dan para mahasiswa STAN yang lain tidak bisa langsung menerima transkrip nilai kami di akhir semester. Yang kami tahu hanya nominal IP atau  IPK saja yang diuumumkan di setiap akhir semester. Pun setelah wisuda, kami tidak bisa langsung tahu seperti apa wujud dan isi dari ijazah tanda kelulusan kami dari kampus plat merah ini. Tabung atau map yang diserahkan saat upacara wisuda hanya berisi lembaran selamat bergabung dengan alumni. Hanya itu thok til!

 Di kampus kedinasan ini, memang ada yang namanya ikatan dinas. Kami, para mahasiswa, diharuskan untuk bersedia mengikatkan diri untuk berdinas kepada negara. Di awal, ketika kami baru saja melangkahkan kaki di kampus, saat daftar ulang, kami telah disodori dengan surat pernyataan kesanggupan untuk menjalani ikatan dinas ini. Saat kami lulus pun, saat yudisium, sekali lagi ditekankan kepada kami untuk menjalani ikatan ini. Besaran yang digunakan untuk menentukan ikatan dinas ini adalah waktu. Dalam kurun waktu tertentu *kalau aku 10 tahun, kami diwajibkan untuk menjalani ikatan dinas. Kami tidak diperbolehkan untuk keluar dari instansi penempatan kami selama masa ikatan dinas. Kalau tetap memaksa ingin keluar, ada sejumlah denda yang harus dibayarkan. Ini kompensasi atas uang negara yang telah digelontorkan untuk membiayai pendidikan kami selama di STAN.

Tertekan? Sedih? Tidak. Sebagian besar dari kami (aku sih ini sebenarnya) menjalaninya dengan senang hati. Kuliah selama tiga tahun full dan buku-bukunya gratis. Setelah lulus, langsung dapat kerja. Yah, memang sih kami hanya dapat gelar D3 atau  D1.  Tapi, selanjutnya kami dapat melanjutkan pendidikan kok. Untuk sistem yang saat ini berlaku, kami harus berkerja dulu selama beberapa tahun (disebutkan dalam peraturan), baru kami mendapatkan ijin untuk melanjutkan pendidikan.

Selama masa ikatan dinas itulah ijazah kelulusan dan transkrip nilai kami ditahan. Setelah masa ikatan dinas barulah ijazah ini kami terima.  Lalu, bagaimana ceritanya aku dapat sekarang dapat memperoleh fotocopyan ijazah dan transkrip?Karena sudah bekerja selama beberapa tahun, sebentar lagi aku akan memperoleh ijin untuk melanjutkan pendidikan. Untuk itu, aku dan teman-teman seangkatan bisa mengajukan untuk memperoleh ijazah kelulusan dan transkrip nilai, tapi hanya salinannya saja. Masa ikatan dinas kami kan belum selesai, yang asli masih ditahan.

Bagi kami mahasiswa STAN, selama kuliah itu, waktu dag dig dug nya itu bukan saat menjelang dan saat ujian, tapi saat setelah ujian, di masa liburan semesteran. Kami dag dig dug menunggu pengumuman kelulusan kami. Iya, di setiap semester ada DO bagi mereka yang IP atau IPKnya kurang dari minimal IP dan IPK yang ditetapkan sekretariat kampus. Tidak ada kata “mengulang” di kamus kami. Pengumuman IP atau IPK ini bisa terjadi kapan saja di masa liburan semester. Di zamanku, pengumuman diunggah memalui laman kampus. Biasanya ketika ada yang tahu tentang kabar pengumuman ini langsung menyebarkan informasi melalui jarkom kelas dengan mobile phone maupun media sosial. Huaaa… ada pengumuman IP. Kalau mendapat kabar pengumuman ini, langsung saja aku lari ke warnet. Dag dig dug berapa IP atau IPK semester ini. Yang diunggah hanya final score.

Amazed! Itu yang aku rasakan saat  menerima salinan ijazah kelulusan dan transkrip nilai ini. Yah selama ini kan belum pernah melihat. Oh, jadi aku di mata kuliah ini dapat ini segini. Wah, ternyata dosen yang galak itu memberi nilai bagus. Aih, kok mata kuliah ini aku hanya dapat nilai ini sih, padahal aku  bisa jawab soal ujiannya. Ahahaha.. rasanya seperti memutar balik serangkaian film yang bercerita tentang masa kuliah.

Nah, begitulah ocehan tentang ijazah  dan transkrip nilai. Semoga tahun ini aku bisa mengikuti dan lolos ujian untuk melanjutkan pendidikan, tahun depan bisa kembali belajar di kampus lagi. Aamiin. :D

Tidak ada komentar: